Kamis, 01 November 2012

Pedagogik Transformatif


KONSEP, PERKEMBANGAN, DAN CIRI-CIRI PEDAGOGIK TRANSFORMATIF

A.    Standar Kompetensi
Mahasiswa memiliki pemahaman tentang konsep, perkembangan, dan ciri-ciri pedagogik transformatif.

B.    Kompetensi Dasar
1.    Pemahaman konsep pedagogik tranformatif
2.    Pemahaman tentang perkembangan pedagogik transforamtif
3.    Pemahaman tentang ciri-ciri pedagogik tranformatif

C.    Indikator
Mahasiswa dapat menjelaskan;
1.    Konsep pedagogik tranformatif
2.    Perkembangan pedagogik transformatif
3.    Ciri-ciri pedagogik tranformatif

D.    Pendekatan dan Metode Pembelajaran
1.    Diskusi
2.    Penugasan
3.    Pembelajaran langsung

E.    Langkah Pembelajaran
1.    Kegiatan Awal
2.    Kegiatan Inti
3.    Kegiatan Penutup

F.    Evaluasi

LAMPIRAN MATERI

1.    Konsep Pedagogik Transformatif
Istilah pedagogik adalah istilah yang tidak asing bagi guru dan praktisi pendidikan lainnya. Terminologi ini (pedagogik) digunakan secara bergantian atau disamaartikan dengan pedagogi dengan makna sebagai ilmu pendidikan. Keduanya berasal dari bahasa Yunani pedagogos  yang menunjuk pada pengertian para budak yang mengantar anak-anak bangsawan untuk belajar (Tilaar, 2002:260). Secara berangsur terjadi pergeseran makna, bahwa ilmu yang mempelajari tentang anak yang sedang belajar atau sedang berkembang ke arah penciptaan diri secara optimal disebut ilmu mendidik.
Pendidikan merupakan aktivitas yang didasarkan pada ide dan pemikiran tentang tindakan mendidik sebagaimana diinginkan. Ilmu mendidik merupakan ilmu yang bukan hanya bersifat murni, dan bukan tindakan yang tanpa dasar, tetapi merupakan ilmu yang diarahkan kepada suatu tindakan tertentu. Ilmu mendidik atau pedagogik adalah ilmu praksis, yaitu sesuatu yang terintegrasi antara konsep-konsep ilmiah berdasarkan kajian logika dan kajian bagaimana menerapkan ide dan prinsip di dalam tindakan atau perbuatan mendidik. Tindakan atau perbuatan mendidik yang didasarkan pada teori dan konsep tertentu disebut pedagogi, sedangkan ilmu mendidik yang didasarkan pada hasil kajian ilmiah tertentu disebut pedagogik (Tilaar, 2002:260). Hal ini analog dengan penggunaan terminologi economics (Inggris) sebagai ilmu tentang ekonomi, sedangkan economi menunjuk pada tindakan atau pandangan dari sudut pandang ilmu ekonomi.
Pedagogik adalah ilmu praksis, artinya suatu kesatuan antara ilmu dan tindakan mendidik. Di dalam tindakan mendidik diasumsikan adanya objek sasaran dari tindakan yang dimaksud. Sebagai objek atau sasaran dari tindakan mendidik adalah peserta didik (anak). Dalam pengertian yang ada sekarang, mendidik tidak lagi dibatasai pada anak, tetapi menunjuk pada semua proses yang berkenaan dengan perubahan perilaku seseorang baik itu masih dalam kategori anak maupun mereka yang sudah dikategori dewasa. Pengertian pedagogik telah menjadi sangat luas, tidak saja kepada anak, remaja, dan orang dewasa, tetapi juga mencakup dimensi pelatihan. Berkembangnya konsep pendidikan seumur hidup (PSH) merupakan implikasi dari perubahan makna pedagogik yang berlaku sekarang.
Mengapa disebut pedagogik transformatif? Sebagaimana dipahami bahwa manusia sebagai objek dari tindakan pedagogik, adalah otonom dan memiliki berbagai potensi yang dapat dikembangkan untuk menjadi manusia seperti yang diinginkan. Dengan demikian manusia yang otonom, yang semula belum lengkap, belum mewujud sebagai diri yang sesungguhnya, dapat mentransformasi dirinya ke arah yang diinginkan. Pedagogik tranformatif mengasumsikan bahwa otonomi manusia terus berkembang dan mengalami proses transformasi di dalam proses menjadi manusia.  

2.    Perkembangan Pedagogik Transformatif
Perkembangan pedagogik mengacu pada perkembangan filsafat manusia, karena dari situ dapat disimak orientasi kebudayaan termasuk di dalamnya orientasi terhadap proses belajar dan perkembangan individu.
Aliran pemikiran filsafat yang mendorong lahirnya pedagogik transformatif adalah filsafat kontemporer, yaitu filsafat kritis masyarakat (Tilaar, 2002: 266). Filsafat kritis masyarakat ini mempunyai nilai positif metodologis,  yaitu sikap kritis yang terus- menerus. Dengan sikap kritis yang terus-menerus, berarti selalu mempertanyakan tentang suatu kebenaran yang ada. Kebenaran bersifat sementara, dan terus dicarai yang terbaik. Proses pencarian yang terbaik tidak pernah berakhir, sebagaimana realitas yang terus berubah sehingga kita tidak berhenti memikirkan hakikat dari sebuah realitas.
Sikap kritis terhadap suatu realitas akan melihat bahwa kebudayaan adalah suatu entity yang terus menerus berubah. Kebudayaan yang terus berubah adalah hasil karya manusia, dan yang akan mempengaruhi perkembangan manusia itu sendiri. Proses ini akan berlangsung secara terus-menerus, dan oleh karena terus dikaji secara kritis, maka kebudayaan manusia akan terus berubah dan berkembang. Dengan demikian orientasi kependidikan menjadi jelas, yaitu bahwa tindakan kependidikan adalah tindakan kebudayaan. Manusia mempunyai hubungan interaktif dengan budaya di mana hidup, belajar secara dialogis, kreatif, kritis, dan partisipatif. Hubungan interaktif antara manusia dengan dirinya sendiri, dengan manusia yang lain, sifatnya sangat kreatif dan saling menguntungkan. Oleh tindakan kritis yang terus menerus, diikuti dengan partisipasi di dalam proses, maka individu merupakan pendukung proses perubahan sosial di mana dia hidup (Tilaar, 2002: 266).
Interaksi kreatif kritis dalam suatu sistem sosial hanya terjadi jika ada pengakuan atas kebebsan individu. Adanya kebebasan individu di dalam mengembangkan potensi untuk dan di dalam perubahan sosial, merupakan ciri khas dari pedagogik transformatif. Pedagogik transformatif memandang peserta didik sebagai bagian tak terpisahkan dari kehidupan masyarakat yang luas, tidak terisolasi. Pedagogik transforamtif mengakui otonomi dan kebebasan individu peserta didik dalam perannya membangun kehidupan bersama dan kebudayaannya. Pedagogik transformatif adalah ilmu praksis, menyentuh dimensi riil dalam kehidupan manusia dalam hubungannya dengan manusia lain dan budaya di mana manusia berkembang.

3.    Ciri-ciri Pedagogik Transformatif
Beberapa prinsip pokok sebagai ciri pedagogik transformatif dapat dikemukakan sebagai berikut.
a.    Mengkaji proses pendidikan yang normatif
Mendidik adalah suatu proses. Kajian pedagogik transformatif tidak cukup berhenti pada hakikat proses pendidikan (what it is), tetapi juga harus diperkuat ke arah mana proses pendidikan diarahkan. Pedagogik transformatif adalah pedagogik normatif yang tidak sekedar mendeskripsikan tetapi ingin menunjukkan tentang perlu dan harusnya mencapai sesuatu yang ideal, sesuatu yang jika dilihat atau diuji dari dimensi nilai hidup memang baik. Sesuatu disebut normatif baik, jika memuat; (1) nilai hidup yang diterima sebagai sesuatu yang baik, (2) perkembangan individu yang menurut hakikatnya baik, dan (3) alat untuk mencapai tujuan yang baik (Munghadjir, 1993:2).

b.    Proses pendidikan adalah proses individuasi
Pedagogik transformatif mencermati bagaimana seorang manusia yang unik mengembangkan dirinya untuk memperoleh identitasdirinya. Oleh karena manusia adalah mahluk sosial, proses pendidikan sebagai proses individuasi tidak dapat dipisahkan dari kehidupan sosial dan kebudayaan di mana ia hidup.

c.    Pengembangan Identitas individu
Manusia adalah mahluk yang unik, individu yang otonom dengan memiliki berbagai potensi. Orientasi perkembangan individu adalah menemukan identitas, menjadi seseorang, menjadi individu, menjadi aku yang otonom.  Proses mencari dan mengembangan ke-aku-an seseorang, adalah bagian dari proses individuasi. Pedagogik transformatif memandang bahwa peserta didik bukanlah seseorang yang hanya menerima segala sesuatu dari luar seperti program yang disajikan oleh sekolah, oleh orang tua, dan oleh masyarakat. Segala sesuatu yang datang dari luar akan doproses oleh individu, diramu secara otonom dengan dasar potensi yang dimiliki. Pendidik dan orang tua hanya akan memberikan masukan dan bimbingan serta kesempatan kepada individu untuk memilih dan kemudian mengambil keputusan. Proses mencari identitas bukan berarti eksklusivitas, tetapi justru untuk berinteraksi dengan aku-aku lain sehingga mampu mengembangkan inklusivitas. Pedagogik transformatiaf adalah pengembangan sikap inklusif.

d.    Pedagogik transformatif adalah pedagogik komunikatif.
Pedagogik transforamtif memandang proses belajar sebagai proses komunikatif antara ”aku” dengan ”aku yang lain”, dan antara ”aku” dengan dunia kehiupan. Belajar marupakan proses aktif, proses petualangan yang tidak hanya menerima dari apa yang diberikan oleh pihak lain, tetapi lebih merupakan proses mencari dan menemukan.

e.    Pedagogik transformatif adalah pedagogik dialogis
Pedagogik transforamtif memandang proses pengembangan identitas seseorang tidak terjadi di ruang yang kosong, tetapi di dalam kegiatan yang dialogis. Tindakan dialogis adalah tindakan partisipatif. Proses pengembangan identitas adalah tindakan partisipatif peserta didik terhadap pendidik, terhadap ”aku” yang lain, maupun terhadap objek realitas tertentu. Melalui dialog partisipatif, arah pengembangan identitas peserta didik menjadi lebih kongkrit, lebih terarah, dan saling memperkaya antara satu dengan yang lain.

f.    Pedagogik transformatif berorientasi ke masa depan
Sejalan dengan perluasan dunia, orientasi kehidupan secara bertahap menjadi semakin luas dan lebih mendalam. Orientasi ke masa depan berarti menyusun tindakan dan pengalaman “aku” yang sedang berpartisipasi dan membangun identitas, memilih nilai-nilai masa depan yang sesuai dengan arah hidupnya. Individu yang berorientasi pada masa depan tentu tidak puas dengan realitas yang dihadapi, tetapi akan selalu dipersoalkan dan dikaji untuk dikemabangkan kemungkinan-kemungkinan yang lebih baik. Berorientasi kepada masa depan tidak  berarti hanya berandai-andai yang tidak jelas, tetapi berpikir pada kemungkinan-kemungkinan yang terarah.

g.    Pedagogik transforamtif mengakomodasi hak azasi manusia
Pedagogik transforamtif memandang situasi pedagogis sebagai pertemuan antar pribadi. ”Aku” dan ”aku yang lain” adalah otonom dengan memiliki enegi yang sama. Di dalam hubungan dialogis antara keduanya terjadi perkembangan kepribadian masaing-masing, eksistensi seseorang tidak menghilangkan eksistensi yang lain, tetapi justru saling berhubungan dan saling memperkaya satu dengan yang lain. Masing-masing individu mengakui otonomi individu yang lain, dengan demikian hak asasi manusia merupakan ciri eksistensi manusia dalam bereksistensi.



h.    Pedagogik transformatif bertolak dari lingkungan proksimatif
Anak manusia lahir di dalam lingkungan kemanusiaan dan dunia kehidupan, artinya bahwa manusia lahir tidak dalam keadaan terisolasi. Dunia proksimatif adalah dunia manusia sosial dan kebudayaan. Anak manusia dibesarkan di dalam lingkungan sosial budaya yang konkrit (social and cultural embedded), itu berarti bahwa pertemuan dialogis, termasuk di dalamnya proses pembelajaran barus bertolak dari lingkungan proksimatif, lingkungan terdekat peserta didik.

i.    Proses perkembangan dari dalam ke luar (DL)
Pedagogik transformatif berangkat dari ”aku” yang otonom dan yang magmatik mempradugakan adanya kekuatan yang berasal dari dalam diri individu. Proses individuasi pada hakikatnya adalah suatu kekuatan dari dalam menuju ke luar melalui dialog dengan ”aku” yang lain dan dunia kehidupan. Proses perkembangan diri dari dalam ke luar mengarahkan pada pewujudan potensi yang ada dalam diri ”aku”. Dengan demikian proses pendidikan harus menampung aktivitas dan kreativitas individu yang keluar dari dalam ”aku”, dan perlu dibimbing agar kekuatan yang dari dalam itu mempunyai arah yang jelas.

j.    Proses perkembangan dari luar ke dalam (LD)
Di samping kekuatan dari dalam, perkembangan individu dalam partisipasinya dengan ”aku” lain, dunia proksimatif, dan dunia kehidupan yang lebih luas, ”aku” menghadapi berbagai pilihan yang disediakan oleh realitas kehidupan. Pendidikan tidak terlepas dari kekuatan-kekuatan yang berasal dari luar itu, pendidikan harus memperhitungkan kekuatan-kekuatan itu untuk dimanfaatkan atau secara partisipatif menolak pengaruh yang merugikan proses individuasi secara keseluruhan.

k.    Harmonisasi antara kekuatan dari dalam (DL) dan kekuatan dari luar (LD)
Pedagogik transformatif menguapayakan agar di dalam proses individuasi, terjadi sinergi yang menguntungkan antara kekuatan dari dalam dan kekuatan dari luar. Sinergetika ini hanya dimungkinkan jika ada pengakuan terhadap otonomi dari ”aku”  dan ”aku yang lain”, serta proses dialog dalam menentukan pilihan-pilihan sesuai dengan tingkat perkembangan individu yang menjadi subjek didik.

l.    Proses pendidikan adalah proses memberi makna (meaning)
Di dalam proses individuasi terjadi proses pemaknaan terhadap lingkungan melalui dialog dengan ”aku yang lain” dan dengan dunia kehidupan. Proses pendidikan adalah program meaning imposing prcess, berbagai tindakan pendidikan merupakan proses pemaknaan terhadap sesuatu yang tidak harus berstruktur, seperti kurikulum baku, metodologi baku, aturan main yang baku dan sebagainya.

m.    Pedagogik transaformatif adalah pendidikan sepanjang hayat
Proses individuasi tidak berhenti pada suatu titik, keberadaan manusia adalah keberadaan yang menjadi. Manusia bukan suatu entity yang sudah lengkap. Di dalam proses individuasi terjadi harmonisasi antara mencari identitas dan partisipasi dalam kehidupan. Proses ini mengambil bentuk identitas yang semakin lama semakin solid, semakin mantap, dengan proses partisipasi yang semakin luas sejalan meluasnya dunia kehidupan seseorang. Proses ini berlangsung sepanjang hayat, bahkan seorang pendidik pun secara terus menerus mengubah dirinya, ikut serta dalam mengubah masyarakat sekitar, mengubah dunia kehidupan, dan juga sebaliknya juga mengalami perubahan sesuai dengan tuntutan perubahan itu sendiri.

n.    Proses pendidikan adalah proses humanisasi
Pedagogik tranforamtif adalah pedagogik humanistik, melihat manusia sebagai mahluk yang berubah dengan mempunyai tujuan tertentu. Perkembangan manusia hanya dapat terjadi di dalam pertemuannya dengan sesama manusia menuju kepada tindakan untuk memanusiakan ”akunya” dan ”aku yang lain” maupun dunia kehidupannya. Pedagogik transformatif mengakui kebebasan manusia, tetapi kebebasan yang bertangungjawab, memandang manusia sebagai sesama manusia.

o.    Pedagogik transforamtif berorientasi sebagai pedagogik kritis
Pedagogik transforamtif bukanlah pedagogik dogmatis, tetapi mengakui adanya otonomi individu yang tengah berproses mencari identitas melalui partisipasi aktif dalam komunikasinya dengan ”aku yang lain” dan duniak kehidupan yang terus berubah. Pedagogik transformatif tidak bertolak dari dogma-dogma yang ada atau paradigma yang dianggap sebagai suatu ketentuan, tetapi memandang realitas adalah dunia yang terus berubah oleh karena partisipasi ”aku” dan ”aku yang lain”. Sikap terus-menerus mempertanyakan keberadaan atau realitas mengarahkan pada perwujudan pedagogik transformatif sebagai pedagogik kritis.

Buku Acuan

Muhadjir, Noeng. 1993. Ilmu Pendidikan dan Perubahan Sosial Suatu Teori Pendidikan. Yogyakarta: Rake Sarasin.
Tilaar, H.A.R. 2002. Perubahan Sosial dan Pendidikan: Pengantar Pedagogik Transformatif untuk Indonesia.
Jakarta: Grasindo.


TANYA JAWAB SEPUTAR PEDAGOGIK TRANSFORMATIF

1. Uraikan bagaimana konsep pedagogik transformatif (PT). Hal-hal apa saja yang mendasari PT? Apa pendapat Anda tentang PT dan pelaksanaannya di sekolah? Apa tantangan dan kekuatannya?

Jawaban:
a. Konsep Pedagogik Transformatif
Konsep paedagogik transformatif dapat dilihat secara etimologis dan terminologis. Secara etimologis, pedagogik transformatif (selanjutnya: PT) berasal dari dua kata, yaitu pedagogic dan transformative. Kata Pedagogic berasal dari bahasa Yunani, paid yang berarti ‘anak’ dan agogos, yang berarti ‘membimbing anak’. Jadi pedagogik artinya ‘ilmu atau seni membimbing anak’. Kata transformative berasal dari bahasa Inggris dan diindonesiakan menjadi transformatif, yang artinya ‘lintas bentuk’ atau ‘selalu berubah bentuk (ke arah yang lebih baik)’ . Dengan demikian, PT diartikan sebagai ‘seni atau ilmu membimbing (mendidik) anak yang senantiasa berubah-ubah bentuk atau model ke arah yang lebih baik’. Secara terminologis atau peristilahan, pedagogik transformatif merupakan suatu proses pendidikan yang mentransformasikan kehidupan manusia (peserta didik) ke arah yang lebih baik atau lebih maju dari keadaan sebelumnya.
PT disebut pula pedagogik kritis karena lahir dari pandangan kaum postmodernisme dan pedagogik libertarian. Menurut PT sebuah kebenaran bersifat terbuka. Oleh karena itu, baik pendidik maupun peserta didik merupakan entitas yang dinamis. Masing-masing bukan menjadi subordinasi bagi yang lain. PT mengakui adanya keberagaman latarbelakang peserta didik, baik bakat, minat maupun tingkat kecerdasannya. Itulah sebabnya, setiap peserta didik harus diperlakukan sebagaimana mestinya, yaitu “dimanusiakan”. Karena pendidikan menurut PT adalah usaha “memanusiakan" manusia.

b. Hal-hal yang Mendasari Lahirnya Pedagogik Transformatif
Lahirnya PT sebenarnya diawali dari adanya sebuah tuntutan dari berbagai kalangan terhadap pelaksanaan pendidikan yang selama ini dinilai ‘kurang berhasil’. Pelaksanaan pendidikan selama ini dipandang lebih menekankan pada aspek kognitif daripada aspek-aspek kemanusiaan yang lain, yaitu afektif dan psikomotorik, para peserta didiknya. Pendidikan yang seperti itu pada akhirnya hanya mempu menghasilkan orang-orang yang pintar alias jenius, tetapi tidak diimbangi oleh karakter dan moral yang baik. Di samping itu, implementasi pendidikan juga dinilai terasing dari kehidupan sosial karena terlalu teoretis dan kurang berpijak pada problematika dan kebutuhan yang ada di masyarakat. Dengan kata lain, munculnya PT adalah akibat adanya fenomena ‘krisis pendidikan’ yang melanda bangsa Indonesia dalam kurun waktu dua dekade terakhir. Fenomena ‘krisis pendidikan’ tersebut ditandai oleh beberapa hal seperti di bawah ini.
1) Munculnya tindak kekerasan di masyarakat, seperti tawuran antarpelajar, antarpemuda lain desa dan pada skala yang lebih besar adalah munculnya konflik antaretnis, yang bisa mengarah pada disintegrasi bangsa. Hal ini ditengarai juga sebagai akibat dari kekaurangberhasilan pelaksanaan pendidikan.
2) Adanya intoleransi antarpemeluk agama sehingga muncul konflik di antara mereka, seperti kasus yang terjadi di Maluku atau Ambon serta beberapa daerah lain.
3) Pendidikan miskin menghasilkan generasi yang unggul dan kompetitif, baik di tingkat regional maupun internasional.
4) Peserta didik kurang memiliki etika agama dan sosial. Akhirnya mereka banyak yang terjerumus pada budaya freesex, samenleven, dan menjadi konsumen sekaligus pecandu narkotika dan obat-obat terlarang.
5) Anak didik terasing (soliter) dari lingkungan sosialnya. Mereka merasa gagu dan gagap terhadap dinamika yang terjadi di masyarakat. Mereka hanya bisa menjadi ‘penonton’, tetapi tidak berusaha belajar menjadi ‘pemain’, apalagi menjadi ‘seorang pemain handal’. Itu semua terjadi akibat pelaksanaan pendidikan yang terjadi dinilai terlalu teoretis.
6) Anak didik cenderung pasif, kurang aktif dan kreatif (seperti robot), serta tidak memiliki ‘ruh’ untuk melakukan sebuah perubahan. Kondisi ini juga disinyalir sebagai dampak dari model pembelajaran yang hanya berpusat pada guru, sementara siswa tidak diberi ‘kemerdekaan’ untuk mengeksplor bakat dan minatnya agar bisa berkembang secara optimal.
7) Klimaks dari semua itu muncul ‘krismon’ alias krisis moneter. Walaupun krismon merupakan masalah dalam bidang ekonomi, tetapi bidang pendidikan secara tidak langsung juga turut memberikan andil yang cukup besar dalam memunculkan masalah itu.
Kondisi bangsa yang semakin carut-marut, sebagai akibat dari ‘krisis pendidikan’ itu, perlu segera diatasi. Salah satu caranya adalah dengan melakukan suatu perubahan paradigma dalam pelaksanaan pendidikan, yaitu tidak lain dengan pedagogik transformatif. Sebuah paradiga pendidikan yang lebih humanis, sosialis-kultular, yang lebih memberikan kesempatan kepada semua komponen pendidikan menjadi kontributor dan partisipator bagi perubahan yang baik, dan menghargai adanya diferensiasi intelegensi individual, bakat atau potensi setiap peserta didiknya yang selama ini dipandang kurang diperhatikan.

c. Pedagogik Transformatif dan Pelaksanaannya di Sekolah
PT sebagai sebuah paradigma baru dalam dunia pendidikan dipandang sangat perlu untuk segera diterapkan di Indonesia, khususnya di sekolah-sekolah. Hal ini dilakukan sebagai salah satu solusi untuk mengatasi “krisis pendidikan” yang selama ini terjadi. Berbagai pemikiran, pandangan dan konsep yang ada dalam PT, seperti teori belajar (kognitivistik, konstruktivistik, dan humanistik), model pembelajaran (kooperatif, komunikatif, quantum teaching, dan CTL), konsep kecerdasan jamak (multiple intellegences) dan perbedaan gaya belajar siswa, apabila benar-benar dapat diaplikasikan secara tepat akan mampu mengubah wajah dunia pendidikan kita yang tadinya “buram” dan “carut-marut” menjadi dunia pendidikan yang “indah” dan “nyata”.
Adapun implementasi PT di sekolah dilakukan secara terpadu (integrated), bukan secara terpisah-pisah (partial). Artinya, PT diintegrasikan ke dalam kurikulum yang digunakan pada setiap satuan pendidikan. Pada tataran yang lebih kecil, PT dintegrasikan pada setiap mata pelajaran, terutama pada setiap kompetensi dasar (KD) yang hendak ditanamkan kepada para siswa. Namun demikian, dalam pelaksanaannya tidak semudah membalikkan telapak tangan. Mengingat banyak faktor yang turut berpengaruh di dalamnya. Keberhasilan pelaksanaan PT di sekolah sangat didukung oleh sumber daya manusia yang handal, guru yang profesional, dan sarana-prasarana yang memadai. Akan tetapi, kenyataannya di lapangan hal itu masih jauh panggang daripada api. Meskipun di beberapa satuan pendidikan juga ada yang sudah kondusif dan representatif.

2. Di antara teori belajar,manakah yang paling mungkin diterapkan untuk PT? Uraikan pilihan dan alasan Saudara!

Jawaban:
Dalam dunia pendidikan dikenal ada beberapa teori belajar. Di antaranya adalah teori behavioristik, kognitivistik, konstruktivistik, dan humanistik. Dari keempat teori belajar tersebut yang dimungkinkan dapat diterapkan dalam PT hanya tiga, yaitu teori kognitivivtik, konstruktivistik, dan humanistik. Sementara itu, teori behavioristik dipandang tidak relevan atau tidak cocok untuk diterapkan dalam PT. Mengingat banyak dijumpai pemikiran dalam teori tersebut yang berseberangan dengan konsep-konsep yang ada dalam PT. Berbeda dengan teori kognitivistik, konstruktivistik dan humanistik, tampaknya pemikiran PT sangat relevan dengan pemikiran ketiga teori tersebut. Misalnya, antara PT dengan teori konstruktivistik memiliki kesamaan pemikiran. Kesesuaian tersebut seperti berikut ini.
a. Dilihat dari proses belajar yang berorientasi pada konstruktivesme, tampak adanya persamaan dengan pedagogik transformastif. Dalam konstruktifisme tampak adanya
1) belajar merupakan proses mengasimilasi dan menghubungkan pengalaman sehingga pengetahuan berubah.
2) Hasil belajar dipengaruhi oleh pengalaman dengan dunia fisik dan lingkungan (kontekstual)
3) Pengetahuan adalah kegiatan aktif peserta didik yang berinteraksi dengan lingkungan.
b. Kegiatan bukanlah mentransfer pengetahuan dari guru melainkan kegiatan yang memungkinkan peserta didik membangun sendiri pengetahuannya.
c. Pembelajaran berarti partisipasi guru dan siswa dalam membentuk pengetahuan, membuat makna, mencari kejelasan, bersikap kritis, dan mengadakan justifikasi.
d. Guru dalam proses pem,belajaran berfungsi sebagai mediator dan fasilitator agar siswa mampu mengekspresikan gagasannya.
e. Peserta didik dianggap sebagai pemikir yang mampu menghasilkan teori-teori tentang dunia dan kehidupan.
Berdasarkan ciri-ciri yang ada pada pedagogic transformative,ternyata tertuang semua pada teori belajar konstruktivisme. Teori berlajar inilah yang akan melahirkan pendekatan-pendekatan pembelajaran yang inovatif seperti Contektual Teaching and Learning (CTL), Quantum Teaching, Quantum Learning, Coopertive Learning.
Demikian juga untuk teori humanistik dan kognivistik tampaknya juga memiliki kesamaan pemikiran dengan PT. PT sebagai paradigma baru pendidikan memang sangat humanis. Peserta didik diberikan kemerdekaan untuk mengaktualisasikan dirinya sesuaidengan bakat dan minat yang dimiliki. Hal tersebut juga termasuk pemikiran dalam teori humanistik.

3. Anda mengenal berbagai model pembelajaran secara umum. Pilih salah satu model yang enurut Anda sesuaiuntuk PT. Sebutkan alasan mengapa model tersebut yang Anda pilih, apa kesesuaiannya dengan PT? Buatlah garis besar program pembelajaran untuk model Anda!

Jawaban:

Penerapan Model Pembelajaran Contextual Teaching Learning (CTL) dalam Pedagogik Transformatif

Salah satu model pembelajaran yang sesuai dengan konsep PT adalah contextual Teaching and Learning (CTL). Model pembelajaran ini diilhami oleh teori konstruktivisme. Tujuh pilar dalam CTL yang merupakan “ciri khas” dari model ini sangat relevan dengan PT. Beberapa kesamaan pemikiran tersebut misalnya: keduanya menghargai adanya perbedaan kemampuan intelegensi siswa (multiple intelllegensi), pendidikan tidak terpisah dengan konteks sosial budaya, melatih siswa berpikir kritis, menemukan sendiri, membngun diri dengan pertanyaan, dan sebagainya. Itu semua dapat diterapkan dalam praktik pembelajaran. Berikut ini akan disajikan salah satu contoh garis besar program pembelajaran bahasa Indonesia yang menggunakan model CTL.

Garis Besar Program Pembelajaran

Mata Pelajaran : Bahasa Indonesia
Kelas / semester : VII / 1
Standar Kompetensi : Menulis
7. Menulis laporan Hasil Pengamatan
-----------------------------------------------------------------------------------
Kompetensi Dasar : 7.1 Menuliskan hasil pengamatan dalam bentuk laporan
Indikator :1. mampu menentukan pokok-pokok laporan
2. mampu menyusun pokok-pokok laporan menjadi leporan yang utuh
3. mampu menceritakan kembali isi laporan di depan kelas
Waktu : 4 x 40 menit
Pendekatan Belajar : Contextual Teaching and Learning (CTL)
Model Pembelajaran : Contextual Teaching and Learning (CTL) dengan kooperatif
Materi Pelajaran : 1. Pokok-pokok laporan
2. cara pembuatan laporan hasilpengamatan
3. menceritakan kembali isi laporan dengan bahasa sendiri
Strategi pembelajaran : Penjelasan, kerja kelompok, diskusi, dan penugasan

Langkah-langkah kegiatan
I. kegiatan awal
a. apersepsi tentang jenis-jenislaporan.
b. motivasi tentang kebermanfaatan membuat laporan

II. Kegiatan Inti
a. penjelasan tentang pokok-pokok laporan.
b. Tanya jawab seputar pokok-pokok laporan
c. Pelaksanaan pembelajaran
• Guru membagi siswa dalam kelompok yang bervariasi antara 4 – 5 anak.
• Guru menjelaskan tugas mengamati suatu objek di luar kelas
• Siswa mendiskusikan pokok-pokok yang akan diamati
• Guru menugasi kelompok untuk melakukan pengamatan sesuai dengan objek pengamatan yang dipilih
• Siswa siswa secara berkelompok melakukan pengamatan di objek masing-masing
• Setiap siswa memberikan kontribusi hasil pengamatan kepada kelompok dan mendiskusikannya
• Setiap kelompok membuat laporan hasil pengamatan
• Setiap kelompok mempresentasikan hasil pengamatannya di depan kelas, kelompok lain menanggapi.
• Siswa atas nama kelompok menceritakan isi laporan dengan kata-kata sendiri

III. Kegiatan Akhir
a. Guru dan siswa merefleksikan proses pengamatan
b. Guru dan siswa merefleksi hasil pengamatan.
c. Guru merefleksi laporan hasil pengamatan
d. Pemberian penghargaan bagi tim terbaik.


Mata kuliah Pedagogik Transformatif akan membahas berbagai topik, antara lain meliputi konsep, tujuan, dan landasan pandidikan; peran guru, sekolah, keluarga dan masyarakat; dan peran dan dampak teknologi informasi dalam pendidikan.
Ada dua peran yang dimainkan oleh guru, yaitu sebagai pendidik dan sebagai mengajar. Jika dibandingkan keduanya, peran sebagai pendidik yang sebenarnya lebih berat. Pendidik bertugas membentuk karakter peserta didik, sehingga dapat tumbuh dan berkembang menjadi manusia dewasa dengan berbagai kualifikasi seperti yang digariskan di dalam rumusan tujuan pendidikan nasional dalam UU kita.
Mata kuliah ini dirancang untuk memperluas wawasan para guru dalam perannya sebagai pendidik. Dengan wawasan yang cukup, guru diharapkan dapat menempatkan diri sebagai bagian dari masyarakat, bagian dari sekolah, dan bagian dari komunitas profesi pendidik dalam era pertumbuhan iptek yang begitu pesat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar