KONSEP, PERKEMBANGAN, DAN CIRI-CIRI PEDAGOGIK TRANSFORMATIF
A. Standar Kompetensi
Mahasiswa memiliki pemahaman tentang konsep, perkembangan, dan ciri-ciri
pedagogik transformatif.
B. Kompetensi Dasar
1. Pemahaman konsep pedagogik tranformatif
2. Pemahaman tentang perkembangan pedagogik transforamtif
3. Pemahaman tentang ciri-ciri pedagogik tranformatif
C. Indikator
Mahasiswa dapat menjelaskan;
1. Konsep pedagogik tranformatif
2. Perkembangan pedagogik transformatif
3. Ciri-ciri pedagogik tranformatif
D. Pendekatan dan Metode Pembelajaran
1. Diskusi
2. Penugasan
3. Pembelajaran langsung
E. Langkah Pembelajaran
1. Kegiatan Awal
2. Kegiatan Inti
3. Kegiatan Penutup
F. Evaluasi
LAMPIRAN MATERI
1. Konsep Pedagogik Transformatif
Istilah pedagogik adalah istilah yang tidak asing bagi guru dan praktisi
pendidikan lainnya. Terminologi ini (pedagogik) digunakan secara bergantian
atau disamaartikan dengan pedagogi dengan makna sebagai ilmu pendidikan. Keduanya
berasal dari bahasa Yunani pedagogos yang menunjuk pada pengertian para
budak yang mengantar anak-anak bangsawan untuk belajar (Tilaar, 2002:260).
Secara berangsur terjadi pergeseran makna, bahwa ilmu yang mempelajari tentang
anak yang sedang belajar atau sedang berkembang ke arah penciptaan diri secara
optimal disebut ilmu mendidik.
Pendidikan merupakan aktivitas yang didasarkan pada ide dan pemikiran tentang
tindakan mendidik sebagaimana diinginkan. Ilmu mendidik merupakan ilmu yang
bukan hanya bersifat murni, dan bukan tindakan yang tanpa dasar, tetapi
merupakan ilmu yang diarahkan kepada suatu tindakan tertentu. Ilmu mendidik
atau pedagogik adalah ilmu praksis, yaitu sesuatu yang terintegrasi antara
konsep-konsep ilmiah berdasarkan kajian logika dan kajian bagaimana menerapkan
ide dan prinsip di dalam tindakan atau perbuatan mendidik. Tindakan atau
perbuatan mendidik yang didasarkan pada teori dan konsep tertentu disebut
pedagogi, sedangkan ilmu mendidik yang didasarkan pada hasil kajian ilmiah tertentu
disebut pedagogik (Tilaar, 2002:260). Hal ini analog dengan penggunaan
terminologi economics (Inggris) sebagai ilmu tentang ekonomi, sedangkan economi
menunjuk pada tindakan atau pandangan dari sudut pandang ilmu ekonomi.
Pedagogik adalah ilmu praksis, artinya suatu kesatuan antara ilmu dan tindakan
mendidik. Di dalam tindakan mendidik diasumsikan adanya objek sasaran dari
tindakan yang dimaksud. Sebagai objek atau sasaran dari tindakan mendidik
adalah peserta didik (anak). Dalam pengertian yang ada sekarang, mendidik tidak
lagi dibatasai pada anak, tetapi menunjuk pada semua proses yang berkenaan
dengan perubahan perilaku seseorang baik itu masih dalam kategori anak maupun
mereka yang sudah dikategori dewasa. Pengertian pedagogik telah menjadi sangat
luas, tidak saja kepada anak, remaja, dan orang dewasa, tetapi juga mencakup
dimensi pelatihan. Berkembangnya konsep pendidikan seumur hidup (PSH) merupakan
implikasi dari perubahan makna pedagogik yang berlaku sekarang.
Mengapa disebut pedagogik transformatif? Sebagaimana dipahami bahwa manusia
sebagai objek dari tindakan pedagogik, adalah otonom dan memiliki berbagai
potensi yang dapat dikembangkan untuk menjadi manusia seperti yang diinginkan.
Dengan demikian manusia yang otonom, yang semula belum lengkap, belum mewujud
sebagai diri yang sesungguhnya, dapat mentransformasi dirinya ke arah yang
diinginkan. Pedagogik tranformatif mengasumsikan bahwa otonomi manusia terus
berkembang dan mengalami proses transformasi di dalam proses menjadi manusia.
2. Perkembangan Pedagogik Transformatif
Perkembangan pedagogik mengacu pada perkembangan filsafat manusia, karena dari
situ dapat disimak orientasi kebudayaan termasuk di dalamnya orientasi terhadap
proses belajar dan perkembangan individu.
Aliran pemikiran filsafat yang mendorong lahirnya pedagogik transformatif
adalah filsafat kontemporer, yaitu filsafat kritis masyarakat (Tilaar, 2002:
266). Filsafat kritis masyarakat ini mempunyai nilai positif metodologis,
yaitu sikap kritis yang terus- menerus. Dengan sikap kritis yang terus-menerus,
berarti selalu mempertanyakan tentang suatu kebenaran yang ada. Kebenaran
bersifat sementara, dan terus dicarai yang terbaik. Proses pencarian yang
terbaik tidak pernah berakhir, sebagaimana realitas yang terus berubah sehingga
kita tidak berhenti memikirkan hakikat dari sebuah realitas.
Sikap kritis terhadap suatu realitas akan melihat bahwa kebudayaan adalah suatu
entity yang terus menerus berubah. Kebudayaan yang terus berubah adalah hasil
karya manusia, dan yang akan mempengaruhi perkembangan manusia itu sendiri.
Proses ini akan berlangsung secara terus-menerus, dan oleh karena terus dikaji
secara kritis, maka kebudayaan manusia akan terus berubah dan berkembang.
Dengan demikian orientasi kependidikan menjadi jelas, yaitu bahwa tindakan
kependidikan adalah tindakan kebudayaan. Manusia mempunyai hubungan interaktif
dengan budaya di mana hidup, belajar secara dialogis, kreatif, kritis, dan
partisipatif. Hubungan interaktif antara manusia dengan dirinya sendiri, dengan
manusia yang lain, sifatnya sangat kreatif dan saling menguntungkan. Oleh
tindakan kritis yang terus menerus, diikuti dengan partisipasi di dalam proses,
maka individu merupakan pendukung proses perubahan sosial di mana dia hidup
(Tilaar, 2002: 266).
Interaksi kreatif kritis dalam suatu sistem sosial hanya terjadi jika ada
pengakuan atas kebebsan individu. Adanya kebebasan individu di dalam
mengembangkan potensi untuk dan di dalam perubahan sosial, merupakan ciri khas
dari pedagogik transformatif. Pedagogik transformatif memandang peserta didik
sebagai bagian tak terpisahkan dari kehidupan masyarakat yang luas, tidak
terisolasi. Pedagogik transforamtif mengakui otonomi dan kebebasan individu
peserta didik dalam perannya membangun kehidupan bersama dan kebudayaannya.
Pedagogik transformatif adalah ilmu praksis, menyentuh dimensi riil dalam
kehidupan manusia dalam hubungannya dengan manusia lain dan budaya di mana
manusia berkembang.
3. Ciri-ciri Pedagogik Transformatif
Beberapa prinsip pokok sebagai ciri pedagogik transformatif dapat dikemukakan
sebagai berikut.
a.
Mengkaji proses pendidikan yang normatif
Mendidik adalah suatu proses. Kajian pedagogik transformatif tidak cukup
berhenti pada hakikat proses pendidikan (what it is), tetapi juga harus diperkuat
ke arah mana proses pendidikan diarahkan. Pedagogik transformatif adalah
pedagogik normatif yang tidak sekedar mendeskripsikan tetapi ingin menunjukkan
tentang perlu dan harusnya mencapai sesuatu yang ideal, sesuatu yang jika
dilihat atau diuji dari dimensi nilai hidup memang baik. Sesuatu disebut
normatif baik, jika memuat; (1) nilai hidup yang diterima sebagai sesuatu yang
baik, (2) perkembangan individu yang menurut hakikatnya baik, dan (3) alat
untuk mencapai tujuan yang baik (Munghadjir, 1993:2).
b. Proses pendidikan adalah proses individuasi
Pedagogik transformatif mencermati bagaimana seorang manusia yang unik
mengembangkan dirinya untuk memperoleh identitasdirinya. Oleh karena manusia
adalah mahluk sosial, proses pendidikan sebagai proses individuasi tidak dapat
dipisahkan dari kehidupan sosial dan kebudayaan di mana ia hidup.
c. Pengembangan Identitas individu
Manusia adalah mahluk yang unik, individu yang otonom dengan memiliki berbagai
potensi. Orientasi perkembangan individu adalah menemukan identitas, menjadi
seseorang, menjadi individu, menjadi aku yang otonom. Proses mencari dan
mengembangan ke-aku-an seseorang, adalah bagian dari proses individuasi.
Pedagogik transformatif memandang bahwa peserta didik bukanlah seseorang yang
hanya menerima segala sesuatu dari luar seperti program yang disajikan oleh
sekolah, oleh orang tua, dan oleh masyarakat. Segala sesuatu yang datang dari
luar akan doproses oleh individu, diramu secara otonom dengan dasar potensi
yang dimiliki. Pendidik dan orang tua hanya akan memberikan masukan dan
bimbingan serta kesempatan kepada individu untuk memilih dan kemudian mengambil
keputusan. Proses mencari identitas bukan berarti eksklusivitas, tetapi justru
untuk berinteraksi dengan aku-aku lain sehingga mampu mengembangkan
inklusivitas. Pedagogik transformatiaf adalah pengembangan sikap inklusif.
d. Pedagogik transformatif adalah pedagogik komunikatif.
Pedagogik transforamtif memandang proses belajar sebagai proses komunikatif
antara ”aku” dengan ”aku yang lain”, dan antara ”aku” dengan dunia kehiupan.
Belajar marupakan proses aktif, proses petualangan yang tidak hanya menerima
dari apa yang diberikan oleh pihak lain, tetapi lebih merupakan proses mencari
dan menemukan.
e. Pedagogik transformatif adalah pedagogik dialogis
Pedagogik transforamtif memandang proses pengembangan identitas seseorang tidak
terjadi di ruang yang kosong, tetapi di dalam kegiatan yang dialogis. Tindakan
dialogis adalah tindakan partisipatif. Proses pengembangan identitas adalah tindakan
partisipatif peserta didik terhadap pendidik, terhadap ”aku” yang lain, maupun
terhadap objek realitas tertentu. Melalui dialog partisipatif, arah
pengembangan identitas peserta didik menjadi lebih kongkrit, lebih terarah, dan
saling memperkaya antara satu dengan yang lain.
f. Pedagogik transformatif berorientasi ke masa depan
Sejalan dengan perluasan dunia, orientasi kehidupan secara bertahap menjadi
semakin luas dan lebih mendalam. Orientasi ke masa depan berarti menyusun
tindakan dan pengalaman “aku” yang sedang berpartisipasi dan membangun
identitas, memilih nilai-nilai masa depan yang sesuai dengan arah hidupnya.
Individu yang berorientasi pada masa depan tentu tidak puas dengan realitas
yang dihadapi, tetapi akan selalu dipersoalkan dan dikaji untuk dikemabangkan
kemungkinan-kemungkinan yang lebih baik. Berorientasi kepada masa depan
tidak berarti hanya berandai-andai yang tidak jelas, tetapi berpikir pada
kemungkinan-kemungkinan yang terarah.
g. Pedagogik transforamtif mengakomodasi hak azasi manusia
Pedagogik transforamtif memandang situasi pedagogis sebagai pertemuan antar
pribadi. ”Aku” dan ”aku yang lain” adalah otonom dengan memiliki enegi yang
sama. Di dalam hubungan dialogis antara keduanya terjadi perkembangan
kepribadian masaing-masing, eksistensi seseorang tidak menghilangkan eksistensi
yang lain, tetapi justru saling berhubungan dan saling memperkaya satu dengan
yang lain. Masing-masing individu mengakui otonomi individu yang lain, dengan
demikian hak asasi manusia merupakan ciri eksistensi manusia dalam
bereksistensi.
h. Pedagogik transformatif bertolak dari lingkungan
proksimatif
Anak manusia lahir di dalam lingkungan kemanusiaan dan dunia kehidupan, artinya
bahwa manusia lahir tidak dalam keadaan terisolasi. Dunia proksimatif adalah
dunia manusia sosial dan kebudayaan. Anak manusia dibesarkan di dalam
lingkungan sosial budaya yang konkrit (social and cultural embedded), itu
berarti bahwa pertemuan dialogis, termasuk di dalamnya proses pembelajaran
barus bertolak dari lingkungan proksimatif, lingkungan terdekat peserta didik.
i. Proses perkembangan dari dalam ke luar (DL)
Pedagogik transformatif berangkat dari ”aku” yang otonom dan yang magmatik
mempradugakan adanya kekuatan yang berasal dari dalam diri individu. Proses
individuasi pada hakikatnya adalah suatu kekuatan dari dalam menuju ke luar
melalui dialog dengan ”aku” yang lain dan dunia kehidupan. Proses perkembangan
diri dari dalam ke luar mengarahkan pada pewujudan potensi yang ada dalam diri
”aku”. Dengan demikian proses pendidikan harus menampung aktivitas dan
kreativitas individu yang keluar dari dalam ”aku”, dan perlu dibimbing agar
kekuatan yang dari dalam itu mempunyai arah yang jelas.
j. Proses perkembangan dari luar ke dalam (LD)
Di samping kekuatan dari dalam, perkembangan individu dalam partisipasinya
dengan ”aku” lain, dunia proksimatif, dan dunia kehidupan yang lebih luas,
”aku” menghadapi berbagai pilihan yang disediakan oleh realitas kehidupan.
Pendidikan tidak terlepas dari kekuatan-kekuatan yang berasal dari luar itu,
pendidikan harus memperhitungkan kekuatan-kekuatan itu untuk dimanfaatkan atau
secara partisipatif menolak pengaruh yang merugikan proses individuasi secara
keseluruhan.
k. Harmonisasi antara kekuatan dari dalam (DL) dan kekuatan
dari luar (LD)
Pedagogik transformatif menguapayakan agar di dalam proses individuasi, terjadi
sinergi yang menguntungkan antara kekuatan dari dalam dan kekuatan dari luar.
Sinergetika ini hanya dimungkinkan jika ada pengakuan terhadap otonomi dari ”aku”
dan ”aku yang lain”, serta proses dialog dalam menentukan pilihan-pilihan
sesuai dengan tingkat perkembangan individu yang menjadi subjek didik.
l. Proses pendidikan adalah proses memberi makna (meaning)
Di dalam proses individuasi terjadi proses pemaknaan terhadap lingkungan
melalui dialog dengan ”aku yang lain” dan dengan dunia kehidupan. Proses
pendidikan adalah program meaning imposing prcess, berbagai tindakan pendidikan
merupakan proses pemaknaan terhadap sesuatu yang tidak harus berstruktur,
seperti kurikulum baku, metodologi baku, aturan main yang baku dan sebagainya.
m. Pedagogik transaformatif adalah pendidikan sepanjang hayat
Proses individuasi tidak berhenti pada suatu titik, keberadaan manusia adalah
keberadaan yang menjadi. Manusia bukan suatu entity yang sudah lengkap. Di
dalam proses individuasi terjadi harmonisasi antara mencari identitas dan
partisipasi dalam kehidupan. Proses ini mengambil bentuk identitas yang semakin
lama semakin solid, semakin mantap, dengan proses partisipasi yang semakin luas
sejalan meluasnya dunia kehidupan seseorang. Proses ini berlangsung sepanjang
hayat, bahkan seorang pendidik pun secara terus menerus mengubah dirinya, ikut
serta dalam mengubah masyarakat sekitar, mengubah dunia kehidupan, dan juga sebaliknya
juga mengalami perubahan sesuai dengan tuntutan perubahan itu sendiri.
n. Proses pendidikan adalah proses humanisasi
Pedagogik tranforamtif adalah pedagogik humanistik, melihat manusia sebagai
mahluk yang berubah dengan mempunyai tujuan tertentu. Perkembangan manusia
hanya dapat terjadi di dalam pertemuannya dengan sesama manusia menuju kepada
tindakan untuk memanusiakan ”akunya” dan ”aku yang lain” maupun dunia
kehidupannya. Pedagogik transformatif mengakui kebebasan manusia, tetapi kebebasan
yang bertangungjawab, memandang manusia sebagai sesama manusia.
o. Pedagogik transforamtif berorientasi sebagai pedagogik
kritis
Pedagogik transforamtif bukanlah pedagogik dogmatis, tetapi mengakui adanya
otonomi individu yang tengah berproses mencari identitas melalui partisipasi
aktif dalam komunikasinya dengan ”aku yang lain” dan duniak kehidupan yang
terus berubah. Pedagogik transformatif tidak bertolak dari dogma-dogma yang ada
atau paradigma yang dianggap sebagai suatu ketentuan, tetapi memandang realitas
adalah dunia yang terus berubah oleh karena partisipasi ”aku” dan ”aku yang
lain”. Sikap terus-menerus mempertanyakan keberadaan atau realitas mengarahkan
pada perwujudan pedagogik transformatif sebagai pedagogik kritis.
Buku Acuan
Muhadjir, Noeng. 1993. Ilmu Pendidikan dan Perubahan Sosial Suatu Teori
Pendidikan. Yogyakarta: Rake Sarasin.
Tilaar, H.A.R. 2002. Perubahan Sosial dan Pendidikan: Pengantar Pedagogik
Transformatif untuk Indonesia. Jakarta:
Grasindo.
TANYA JAWAB SEPUTAR PEDAGOGIK TRANSFORMATIF
1. Uraikan bagaimana konsep pedagogik transformatif (PT).
Hal-hal apa saja yang mendasari PT? Apa pendapat Anda tentang PT dan
pelaksanaannya di sekolah? Apa tantangan dan kekuatannya?
Jawaban:
a. Konsep Pedagogik Transformatif
Konsep paedagogik transformatif dapat dilihat secara etimologis dan
terminologis. Secara etimologis, pedagogik transformatif (selanjutnya: PT)
berasal dari dua kata, yaitu pedagogic dan transformative. Kata Pedagogic
berasal dari bahasa Yunani, paid yang berarti ‘anak’ dan agogos, yang berarti
‘membimbing anak’. Jadi pedagogik artinya ‘ilmu atau seni membimbing anak’.
Kata transformative berasal dari bahasa Inggris dan diindonesiakan menjadi
transformatif, yang artinya ‘lintas bentuk’ atau ‘selalu berubah bentuk (ke arah
yang lebih baik)’ . Dengan demikian, PT diartikan sebagai ‘seni atau ilmu
membimbing (mendidik) anak yang senantiasa berubah-ubah bentuk atau model ke
arah yang lebih baik’. Secara terminologis atau peristilahan, pedagogik
transformatif merupakan suatu proses pendidikan yang mentransformasikan
kehidupan manusia (peserta didik) ke arah yang lebih baik atau lebih maju dari
keadaan sebelumnya.
PT disebut pula pedagogik kritis karena lahir dari pandangan kaum
postmodernisme dan pedagogik libertarian. Menurut PT sebuah kebenaran bersifat
terbuka. Oleh karena itu, baik pendidik maupun peserta didik merupakan entitas
yang dinamis. Masing-masing bukan menjadi subordinasi bagi yang lain. PT
mengakui adanya keberagaman latarbelakang peserta didik, baik bakat, minat
maupun tingkat kecerdasannya. Itulah sebabnya, setiap peserta didik harus
diperlakukan sebagaimana mestinya, yaitu “dimanusiakan”. Karena pendidikan
menurut PT adalah usaha “memanusiakan" manusia.
b. Hal-hal yang Mendasari Lahirnya Pedagogik Transformatif
Lahirnya PT sebenarnya diawali dari adanya sebuah tuntutan dari berbagai
kalangan terhadap pelaksanaan pendidikan yang selama ini dinilai ‘kurang
berhasil’. Pelaksanaan pendidikan selama ini dipandang lebih menekankan pada
aspek kognitif daripada aspek-aspek kemanusiaan yang lain, yaitu afektif dan
psikomotorik, para peserta didiknya. Pendidikan yang seperti itu pada akhirnya
hanya mempu menghasilkan orang-orang yang pintar alias jenius, tetapi tidak
diimbangi oleh karakter dan moral yang baik. Di samping itu, implementasi
pendidikan juga dinilai terasing dari kehidupan sosial karena terlalu teoretis
dan kurang berpijak pada problematika dan kebutuhan yang ada di masyarakat.
Dengan kata lain, munculnya PT adalah akibat adanya fenomena ‘krisis pendidikan’
yang melanda bangsa Indonesia
dalam kurun waktu dua dekade terakhir. Fenomena ‘krisis pendidikan’ tersebut
ditandai oleh beberapa hal seperti di bawah ini.
1) Munculnya tindak kekerasan di masyarakat, seperti tawuran antarpelajar,
antarpemuda lain desa dan pada skala yang lebih besar adalah munculnya konflik
antaretnis, yang bisa mengarah pada disintegrasi bangsa. Hal ini ditengarai
juga sebagai akibat dari kekaurangberhasilan pelaksanaan pendidikan.
2) Adanya intoleransi antarpemeluk agama sehingga muncul konflik di antara
mereka, seperti kasus yang terjadi di Maluku atau Ambon
serta beberapa daerah lain.
3) Pendidikan miskin menghasilkan generasi yang unggul dan kompetitif, baik di
tingkat regional maupun internasional.
4) Peserta didik kurang memiliki etika agama dan sosial. Akhirnya mereka banyak
yang terjerumus pada budaya freesex, samenleven, dan menjadi konsumen sekaligus
pecandu narkotika dan obat-obat terlarang.
5) Anak didik terasing (soliter) dari lingkungan sosialnya. Mereka merasa gagu
dan gagap terhadap dinamika yang terjadi di masyarakat. Mereka hanya bisa
menjadi ‘penonton’, tetapi tidak berusaha belajar menjadi ‘pemain’, apalagi
menjadi ‘seorang pemain handal’. Itu semua terjadi akibat pelaksanaan
pendidikan yang terjadi dinilai terlalu teoretis.
6) Anak didik cenderung pasif, kurang aktif dan kreatif (seperti robot), serta
tidak memiliki ‘ruh’ untuk melakukan sebuah perubahan. Kondisi ini juga
disinyalir sebagai dampak dari model pembelajaran yang hanya berpusat pada
guru, sementara siswa tidak diberi ‘kemerdekaan’ untuk mengeksplor bakat dan
minatnya agar bisa berkembang secara optimal.
7) Klimaks dari semua itu muncul ‘krismon’ alias krisis moneter. Walaupun
krismon merupakan masalah dalam bidang ekonomi, tetapi bidang pendidikan secara
tidak langsung juga turut memberikan andil yang cukup besar dalam memunculkan
masalah itu.
Kondisi bangsa yang semakin carut-marut, sebagai akibat dari ‘krisis
pendidikan’ itu, perlu segera diatasi. Salah satu caranya adalah dengan
melakukan suatu perubahan paradigma dalam pelaksanaan pendidikan, yaitu tidak
lain dengan pedagogik transformatif. Sebuah paradiga pendidikan yang lebih
humanis, sosialis-kultular, yang lebih memberikan kesempatan kepada semua
komponen pendidikan menjadi kontributor dan partisipator bagi perubahan yang
baik, dan menghargai adanya diferensiasi intelegensi individual, bakat atau
potensi setiap peserta didiknya yang selama ini dipandang kurang diperhatikan.
c. Pedagogik Transformatif dan Pelaksanaannya di Sekolah
PT sebagai sebuah paradigma baru dalam dunia pendidikan dipandang sangat perlu
untuk segera diterapkan di Indonesia,
khususnya di sekolah-sekolah. Hal ini dilakukan sebagai salah satu solusi untuk
mengatasi “krisis pendidikan” yang selama ini terjadi. Berbagai pemikiran, pandangan
dan konsep yang ada dalam PT, seperti teori belajar (kognitivistik,
konstruktivistik, dan humanistik), model pembelajaran (kooperatif, komunikatif,
quantum teaching, dan CTL), konsep kecerdasan jamak (multiple intellegences)
dan perbedaan gaya belajar siswa, apabila benar-benar dapat diaplikasikan
secara tepat akan mampu mengubah wajah dunia pendidikan kita yang tadinya
“buram” dan “carut-marut” menjadi dunia pendidikan yang “indah” dan “nyata”.
Adapun implementasi PT di sekolah dilakukan secara terpadu (integrated), bukan
secara terpisah-pisah (partial). Artinya, PT diintegrasikan ke dalam kurikulum
yang digunakan pada setiap satuan pendidikan. Pada tataran yang lebih kecil, PT
dintegrasikan pada setiap mata pelajaran, terutama pada setiap kompetensi dasar
(KD) yang hendak ditanamkan kepada para siswa. Namun demikian, dalam
pelaksanaannya tidak semudah membalikkan telapak tangan. Mengingat banyak
faktor yang turut berpengaruh di dalamnya. Keberhasilan pelaksanaan PT di
sekolah sangat didukung oleh sumber daya manusia yang handal, guru yang
profesional, dan sarana-prasarana yang memadai. Akan tetapi, kenyataannya di
lapangan hal itu masih jauh panggang daripada api. Meskipun di beberapa satuan pendidikan juga ada
yang sudah kondusif dan representatif.
2. Di antara teori
belajar,manakah yang paling mungkin diterapkan untuk PT? Uraikan pilihan dan
alasan Saudara!
Jawaban:
Dalam dunia pendidikan dikenal ada beberapa teori belajar. Di antaranya adalah
teori behavioristik, kognitivistik, konstruktivistik, dan humanistik. Dari
keempat teori belajar tersebut yang dimungkinkan dapat diterapkan dalam PT
hanya tiga, yaitu teori kognitivivtik, konstruktivistik, dan humanistik.
Sementara itu, teori behavioristik dipandang tidak relevan atau tidak cocok
untuk diterapkan dalam PT. Mengingat banyak dijumpai pemikiran dalam teori
tersebut yang berseberangan dengan konsep-konsep yang ada dalam PT. Berbeda
dengan teori kognitivistik, konstruktivistik dan humanistik, tampaknya
pemikiran PT sangat relevan dengan pemikiran ketiga teori tersebut. Misalnya,
antara PT dengan teori konstruktivistik memiliki kesamaan pemikiran. Kesesuaian
tersebut seperti berikut ini.
a. Dilihat dari proses belajar yang berorientasi pada konstruktivesme, tampak
adanya persamaan dengan pedagogik transformastif. Dalam konstruktifisme tampak
adanya
1) belajar merupakan proses mengasimilasi dan menghubungkan pengalaman sehingga
pengetahuan berubah.
2) Hasil belajar dipengaruhi oleh pengalaman dengan dunia fisik dan lingkungan
(kontekstual)
3) Pengetahuan adalah kegiatan aktif peserta didik yang berinteraksi dengan
lingkungan.
b. Kegiatan bukanlah mentransfer pengetahuan dari guru melainkan kegiatan yang
memungkinkan peserta didik membangun sendiri pengetahuannya.
c. Pembelajaran berarti partisipasi guru dan siswa dalam membentuk pengetahuan,
membuat makna, mencari kejelasan, bersikap kritis, dan mengadakan justifikasi.
d. Guru dalam proses pem,belajaran berfungsi sebagai mediator dan fasilitator
agar siswa mampu mengekspresikan gagasannya.
e. Peserta didik dianggap sebagai pemikir yang mampu menghasilkan teori-teori
tentang dunia dan kehidupan.
Berdasarkan ciri-ciri yang ada pada pedagogic transformative,ternyata tertuang
semua pada teori belajar konstruktivisme. Teori berlajar inilah yang akan
melahirkan pendekatan-pendekatan pembelajaran yang inovatif seperti Contektual
Teaching and Learning (CTL), Quantum Teaching, Quantum Learning, Coopertive
Learning.
Demikian juga untuk teori humanistik dan kognivistik tampaknya juga memiliki
kesamaan pemikiran dengan PT. PT sebagai paradigma baru pendidikan memang
sangat humanis. Peserta didik diberikan kemerdekaan untuk mengaktualisasikan
dirinya sesuaidengan bakat dan minat yang dimiliki. Hal tersebut juga termasuk
pemikiran dalam teori humanistik.
3. Anda mengenal berbagai model pembelajaran secara umum. Pilih salah satu
model yang enurut Anda sesuaiuntuk PT. Sebutkan alasan mengapa model tersebut
yang Anda pilih, apa kesesuaiannya dengan PT? Buatlah garis besar program
pembelajaran untuk model Anda!
Jawaban:
Penerapan Model Pembelajaran Contextual Teaching Learning (CTL) dalam Pedagogik
Transformatif
Salah satu model pembelajaran yang sesuai dengan konsep PT adalah contextual
Teaching and Learning (CTL). Model pembelajaran ini diilhami oleh teori
konstruktivisme. Tujuh pilar dalam CTL yang merupakan “ciri khas” dari model
ini sangat relevan dengan PT. Beberapa kesamaan pemikiran tersebut misalnya:
keduanya menghargai adanya perbedaan kemampuan intelegensi siswa (multiple
intelllegensi), pendidikan tidak terpisah dengan konteks sosial budaya, melatih
siswa berpikir kritis, menemukan sendiri, membngun diri dengan pertanyaan, dan
sebagainya. Itu semua dapat diterapkan dalam praktik pembelajaran. Berikut ini
akan disajikan salah satu contoh garis besar program pembelajaran bahasa
Indonesia yang menggunakan model CTL.
Garis Besar Program Pembelajaran
Mata Pelajaran : Bahasa Indonesia
Kelas / semester : VII / 1
Standar Kompetensi : Menulis
7. Menulis laporan Hasil Pengamatan
-----------------------------------------------------------------------------------
Kompetensi Dasar : 7.1 Menuliskan hasil pengamatan dalam bentuk laporan
Indikator :1. mampu menentukan pokok-pokok laporan
2. mampu menyusun pokok-pokok laporan menjadi leporan yang utuh
3. mampu menceritakan kembali isi laporan di depan kelas
Waktu : 4 x 40 menit
Pendekatan Belajar : Contextual Teaching and Learning (CTL)
Model Pembelajaran : Contextual Teaching and Learning (CTL) dengan kooperatif
Materi Pelajaran : 1. Pokok-pokok laporan
2. cara pembuatan laporan hasilpengamatan
3. menceritakan kembali isi laporan dengan bahasa sendiri
Strategi pembelajaran : Penjelasan, kerja kelompok, diskusi, dan penugasan
Langkah-langkah kegiatan
I. kegiatan awal
a. apersepsi tentang jenis-jenislaporan.
b. motivasi tentang kebermanfaatan membuat laporan
II. Kegiatan Inti
a. penjelasan tentang pokok-pokok laporan.
b. Tanya jawab seputar pokok-pokok laporan
c. Pelaksanaan pembelajaran
• Guru membagi siswa dalam kelompok yang bervariasi antara 4 – 5 anak.
• Guru menjelaskan tugas mengamati suatu objek di luar kelas
• Siswa mendiskusikan pokok-pokok yang akan diamati
• Guru menugasi kelompok untuk melakukan pengamatan sesuai dengan objek
pengamatan yang dipilih
• Siswa siswa secara berkelompok melakukan pengamatan di objek masing-masing
• Setiap siswa memberikan kontribusi hasil pengamatan kepada kelompok dan
mendiskusikannya
• Setiap kelompok membuat laporan hasil pengamatan
• Setiap kelompok mempresentasikan hasil pengamatannya di depan kelas, kelompok
lain menanggapi.
• Siswa atas nama kelompok
menceritakan isi laporan dengan kata-kata sendiri
III. Kegiatan Akhir
a. Guru dan siswa merefleksikan proses pengamatan
b. Guru dan siswa merefleksi hasil pengamatan.
c. Guru merefleksi laporan hasil pengamatan
d. Pemberian penghargaan bagi tim terbaik.
Mata
kuliah Pedagogik Transformatif akan membahas berbagai topik, antara lain
meliputi konsep, tujuan, dan landasan pandidikan; peran guru, sekolah, keluarga
dan masyarakat; dan peran dan dampak teknologi informasi dalam pendidikan.
Ada
dua peran yang dimainkan oleh guru, yaitu sebagai pendidik dan sebagai
mengajar. Jika dibandingkan keduanya, peran sebagai pendidik yang sebenarnya
lebih berat. Pendidik bertugas membentuk karakter peserta didik, sehingga dapat
tumbuh dan berkembang menjadi manusia dewasa dengan berbagai kualifikasi
seperti yang digariskan di dalam rumusan tujuan pendidikan nasional dalam UU
kita.
Mata kuliah ini dirancang untuk memperluas wawasan para guru dalam perannya
sebagai pendidik. Dengan wawasan yang cukup, guru diharapkan dapat menempatkan
diri sebagai bagian dari masyarakat, bagian dari sekolah, dan bagian dari
komunitas profesi pendidik dalam era pertumbuhan iptek yang begitu pesat.